Mungkin ini lisensi paling mahal di hidup saya, ya setidaknya hingga saat ini. Dulu bikin lisensi nyetir cuma keluar uang sekitar 400 ribu-an aja, nggak pake calo-caloan, ujian teori dan praktek, lalu foto deh. Percaya nggak?. Nah harga lisensi menyelam ini berkali-kali lipatnya dari harga lisensi menyetir #elusdada #usapdompet.
Ya lisensi menyelam atau Scuba Diving License, Scuba itu apa sih? istilah kerennya Scuba itu Self-Contained Underwater Diving Apparatus. Terjemahin sendiri ya, tapi kurang lebih artinya ya alat pernafasan yang digunakan di bawah air.
Setiap hal yang beresiko tinggi diperlukan lisensi, maksudnya agar hanya orang-orang yang qualified aja yang bisa boleh melakukan aktivitas tersebut. Coba deh bayangin kalo ada orang Akrophobia (takut pada ketinggian) jadi instruktur paragliding, apa nggak semaput dia? Begitu juga dengan menyelam. Sebagai olahraga dengan salah satu resiko tertinggi, dibutuhkan lisensi untuk melakukannya. Ada beberapa institusi yang mengeluarkan lisensinya, PADI, SSI, NAUI, CMAS, dll, sempat bingung dengan pilihan mana dari institusi tersebut yang paling bagus.
“Semua institusi menawarkan pelajaran menyelam secara baik dan benar. Tergantung dari masing-masing individu lebih nyaman dengan institusi mana”, jawab salah seorang PADI Divemaster pada suatu website saat ada pertanyaan mengenai bingung maupilih institusi diving apa.
If you have seen beautiful life on earth, then you should see underwater life.
Itu yang membuat saya begitu penasaran untuk bisa nyelam, mau tahu dan lihat langsung kehidupan underwater. Sensasinya pasti berbeda dibandingkan liat di Seaworld.
Namun mengambil lisensi menyelam itu cukup panjang prosesnya. Normalnya sih harus ada pengetahuan dasar mengenai menyelam, bisa dengan membaca buku manual dan juga menonton video, beberapa kali latihan pengenalan alat selam di dalam kolam renang, dan ujian di laut yang sebenarnya.

Namun, entah kenapa instructor selam saya yang didapat dari teman baik saya, Enda melompati beberapa tahapan tersebut. Pengetahuan dasar menyelam cuma kami dapat sekilas ketika nongkrong dengannya di Coffee Bean Grand Indonesia. Video menyelam tidak ditonton bersama dalam kelas, tapi saya disuruh nonton sendiri di rumah. Praktek kolam yang seharusnya dilakukan beberapa kali, hanya kami lakukan 1 kali saja. Lebih parahnya saat ujian ke laut, dia lupa untuk rental alat-alat selam dari dive center di Pulau Pramuka. Matilooo..

Serius ini instruktur amatiran deh, pengen banget ditoyor, tapi kasihan lihat mukanya yang melas dan badan kurus kerempeng =)). Walhasil kita bergantian menggunakan BCD dan dive tank untuk ujian. Dan lebih kacaunya lagi, kita cuma 15 menit berada di dalam laut dengan kedalaman minimum. Gile coy!
Hebatnya, nggak lama dari ujian trip yang mengenaskan itu kartu ID yang dikirim dari PADI Australia pun ada di kotak pos saya. Senang, sumringah, dan bahagia rasanya, akhirnya bisa juga menyelam di laut dengan nunjukin lisensi selam Open Water ini. Eh tapi tunggu deh, ada yang salah nih.. Ini kok bisa ya lisensi keluar, padahal saya belum pernah ikut ujian tertulis sebagai prasyarat mendapatkan lisensi selam.
BAHAHAHA.. sintinggg..saya lulus nggak pakai ujian tertulis donk, macam bayar sama calo kalo mau bikin SIM aja nih.
“Yah ujian tertulis sih gampang, bisa nanti-nanti dikumpulinnya, yang penting kan kartunya udah ada sekarang”, jelas si instruktur ini. Dannn nama saya tertulis salah di kartu itu, “Lho saya kira nama loe itu, soalnya gue liat dari email yang loe kirim ke gue”. Kalo ada raket nyamuk listrik, saya setrum tuh mukanya.
Pengen cepat ganti kartu deh, soalnya di kartu Open Water ada nama instruktur itu. Aarrgghh!!