Bagi sebagian orang, ketinggalan atau malah ditinggalin pesawat bukan hal yang aneh lagi. Apalagi bagi orang yang tingkat mobilitas traveling-nya cukup tinggi, ada saja mengalami kejadian seperti ini. Tapi bagi saya, ketinggalan pesawat adalah sebuah aib, bukan sekedar aib, tapi sebagai traveler saya merasa gagal. Kenapa gagal? Karena saya traveling on low budget, dengan ketinggalan pesawat, pastinya harus membeli tiket baru, yang harganya nggak promo. Trus budget traveling-nya jadi melonjak jauh kaakk…!
Tapi kali ini saya benar-benar sial, bukan hanya saya yang ketinggalan pesawat, tapi SEKELUARGA, yaitu bapak, ibu, adik, dan saya sendiri. Ketinggalan pesawat ini terjadi saat kami sekeluarga dan keluarga om saya traveling ke Kuala Lumpur. Ironisnya, ini adalah kali pertama bagi ibu, adik, om saya, dan anak-anaknya keluar negeri. Dan mereka harus mengalami kejadian ini. Tragis..
Ketinggalan pesawat ini bukan satu-satunya cerita ketinggalan saat kami berada di Kuala Lumpur. Sebelumnya, kami ketinggalan bus menuju Genting Highland.

******
06:30am
“Mah, ayo bangun. Pada sarapan dan mandi dulu, Fiqy mau ke Pudu Raya beli tiket bus ke Genting”, jelas saya pagi itu kepada ibu saya.
“Iyaaa…”, jawab mama saya. Lalu saya bergegas menuju Terminal Bas Pudu Raya dengan berjalan kaki. Jaraknya lumayan juga dari Bukit Bintang jika berjalan kaki.

*Pudu Raya*
Saya mencari loket Go Genting. Ternyata antriannya sudah panjang di depan loket, padahal saat itu masih pagi. Hmm.. ada banyak juga yang akan ke Genting hari Sabtu itu.
“Seven tickets to Genting on 8.30am, please”, terang saya kepada petugas loket.
“And please include cable car tickets”, sambung saya.
Setelah tiket berpindah tangan, saya setengah berlari untuk kembali ke hotel agar cepat bersiap-siap.
07:30am
Pemandangan selanjutnya di kamar membuat saya gemas, hanya om saya dan 2 orang anak yang sudah mandi, sedangkan diantara keluarga saya belum ada yang mandi, apalagi sarapan. Cobaan apa ini….*sabar*
07:50am
Di restoran
“Ayoo cepat makannya, nanti kita ketinggalan bus”, ujar saya.
08:00am..
08.10am..
08:15 am..
BARU SELESAI SARAPANNYA…
Saya sudah panik, sementara mereka masih santai jalannya.
Dengan maksud mempercepat, kami naik taksi dari hotel ke Pudu Raya, ternyata supir taksinya salah mengerti instruksi saya. Kami dibawa ke daerah Pudu, bukan Terminal Pudu Raya. Taksi memutar untuk mencapai Terminal Pudu Raya. Astagaaa.. Bang supir nggak tau ya saya lagi buru-buru.
Daann..sesuai dugaan saya.
“Which one is Go Genting Bus leaves on 8:30?”, tanya saya pada petugas peron.
“You late! Bus already left 5 minutes ago”, jelasnya. Astagaaa cobaan apalagi ini.
Jadilah saya beli tiket lagi untuk keberangkatan jam 10:00am sebanyak 7 orang.
*****
Suara musik yang kencang diputar dari mobil yang terkena macet di sekitar Bukit Bintang, rupanya mereka baru saja bubaran clubbing di sekitar Bukit Bintang.
03.30am
Saya check out dari hotel untuk mengejar pesawat pagi dari LCCT. Keluar hotel, jalanan sudah macet dengan mobil-mobil yang baru pulang dari dugem.
Saya putuskan untuk berjalan hingga jalan hingga Terminal Pudu Raya. Saya dan adik saya jalan agak cepat, sedangkan ibu dan bapak saya jalan di belakang. Pada persimpangan kecil adik saya berteriak, “Kak, mama sama bapak hilang!!”
Whatt?? Hilang?!! Tidak percaya rasanya, padahal mereka berjalan di belakang saya. Yak benar saja mereka menghilang disaat kami sedang terburu-buru mengejar bus ke LCCT.
Sempat terpikir oleh saya untuk menghubungi melalui telepon, tapi diantara mereka tidak ada yang menggunakan nomor telepon lokal Malaysia. Saya coba hubungi ibu saya..tuuttt..tuuttt..tutttt..tidak ada jawaban. Rupanya nomor Indonesianya aktif.
Saya coba berjalan hingga Terminal Pudu Raya, dengan harapan mereka tersasar dan menemukan rute lain menuju Terminal Pudu Raya.
NIHIL… Mereka tidak ada di Pudu Raya. Bus pertama ke LCCT akan berangkat 5 menit lagi, sementara ibu dan bapak saya belum muncul juga. Hikkss!
Jika mereka benar hilang, saya dan Mila akan jadi pengunjung ilegal di Malaysia. Paspor kami berdua dipegang oleh ibu saya. Langsung terbayang kami dikejar-kejar oleh Polisi Diraja Malaysia, lalu diinterogasi kenapa nggak punya paspor saat di Malaysia.
Saya putuskan, daripada 7 orang tertinggal pesawat, lebih baik om saya dan anak-anaknya lebih dulu ke airport. Saya dan Mila kembali mencari ibu dan bapak saya di sekitar Bukit Bintang. Mungkin mereka tersasar.
Sia-sia. Satu jam mencari, kami tak dapat menemukan mereka. Telepon dan sms saya kepada ibu saya tak ada respon. Sementara tiba-tiba HP saya tidak bisa digunakan nomornya, padahal saya menggunakan fasilitas international rooming pada kartu pasca bayar saya. Oh Indosat lagi ngambek sama saya sepertinya.
Saya coba hubungi teman saya di Jakarta untuk membantu menghubungi ibu saya. Sementara saya dan adik saya, Mila naik bus ke LCCT.
Di tengah jalan menuju ke LCCT, saya terhubung dengan teman saya. Darinya saya mendapat kabar jika ibu dan bapak saya dalam perjalanan ke airport menggunakan taxi. Mereka tidak punya uang Ringgit, hanya uang rupiah sebanyak Rp.350.000.
Akhirnya saya mendapatkan nomor telepon supir taxi yang membawa orangtua saya, lalu janjian dengannya di airport. Saat melihat muka bapak dan ibu saya rasanya lega, pertama mereka masih sehat wal afiat, kedua saya batal menjadi pengunjung ilegal di Malaysia. Mwehehe.
Supir taxi meminta uang tambahan untuk ongkos menunggu di airport. Jadi total saya membayar taxi sebesar Rp.500.000–jika di rupiahkan untuk sampai di LCCT. Jika naik bus, hanya 8 Ringgit saja per orangnya. *elusdompet*
06:50
Kami setengah berlari dengan harapan pesawat Air Asia delay dan masih mengizinkan kami naik ke pesawat. Ternyata pesawat on-time dan sudah pergi meninggalkan kami.
Sebal? Pasti. Kesal? Apalagi…
Petugas Air Asia yang saya temui menyuruh saya pergi dengan penerbangan pukul 09:30. Tentunya dengan membeli tiket baru, yang berarti tiket kami sebelumnya hangus. Dia sih enak tinggal menyuruh saya beli tiket baru, dia nggak sadar ya kalo harganya itu mahal banget *sigh*.
Berada di LCCT ini sepertinya tidak ada pilihan penerbangan lain selain menggunakan Air Asia. Tiket yang diinformasikan petugas Air Asia bikin saya nggak nafsu makan seharian. Untuk 4 orang dengan rute Kuala Lumpur – Jakarta, per orangnya harus membayar Rp.1.200.000. Sementara tiket kami yang hangus harganya Rp.400.000 saja per orang untuk pulang pergi Jakarta – Kuala Lumpur.
Saya harus tarik uang dari beberapa ATM yang saya punya untuk membayar tiket Air Asia tersebut. Sampai habis jumlahnya di rekening saya.

Entah saya harus kapok atau tidak untuk traveling bersama keluarga saya. Menghela nafas panjang sekaliiiiiiiiiiiii…..


Pengelaman yg bikin mules seharian…. saya ketinggalan pesawat gara2 maen HP, padahal 1 jam udah nongkrong di boarding room LCCT. Gak ada panggilan sama sekali atas nama saya, trs gak enaknya boarding room di LCCT itu nyatu untuk semua gate (Bisa salah duduk karena ga kebagian tempat duduk, kurang perhatian dari petugas gate dsb)
Berbeda dengan Don Muang airport di bangkok, 1 boarding room untuk 1 gate, jd kl ada yg ketinggalan otomatis bisa ketauan langsung.
Yg jelas duit amblas, waktu amblas… *suck* 😦
LikeLike