Cerita saya ini mungkin tidak banyak berarti dibandingkan dengan kekecewaan para umat Budha yang melakukan prosesi Waisak di Candi Borobudur. Tapi setidaknya ini menggambarkan apa yang saya rasakan dan saya alami. Ini tulisan serius. Serius deh.
*********
Setiap tahun perayaan hari suci Waisak di Candi Borobudur menjadi salah satu acara yang ditunggu, baik oleh umat Budha dan juga bagi para pengunjung yang antusias ingin menyaksikan upacara Waisak dari dekat.

Tahun ini, saya menjadi bagian dari salah satu pengunjung yang memadati dan berdesak-desakan di Candi Borobudur. Yang paling menarik pada perayaan Waisak adalah pelepasan 1000 lampion doa saat malam hari. Hujan cukup lama akhirnya pun membatalkan pelepasan 1000 lampion tersebut, saya menyesal telah datang kesana.
Penyesalan ini bukan karena saya gagal melihat pelepasan lampion di Candi Borobudur yang ditunggu-tunggu. Penyesalan saya adalah karena saya telah menjadi bagian dari para pengunjung yang berdesak-desakan di candi yang termasuk UNESCO World Heritage Site tersebut.
Sebelum berada di Candi Borobudur kemarin, saya membaca beberapa tulisan di blog mengenai pentingnya bagi para pengunjung untuk tertib dan tidak mengganggu prosesi perayaan Waisak di Candi Borobudur. Berkaca pada pengalaman tahun-tahun sebelumnya, para pihak yang peduli dengan kekhidmatan perayaan Tri Suci Waisak di Candi Borobudur memberikan tips dan saran bagi para pengunjung. Tujuannya agar perayaan tersebut berjalan normal dan tidak mengganggu ibadah para Banthe.
********
Sore hari suasana Candi Borobudur sudah ramai, menjelang malam suasana semakin ramai. Saya yang belum sampai di Candi Borobudur mendapatkan update keadaan dari beberapa teman saya yang sudah lebih dulu sampai disana.
Pukul 7 malam, saya tiba di depan pintu gerbang Candi Borobudur. Petugas polisi yang berjaga sudah tidak membolehkan lagi pengunjung untuk masuk ke area candi.
“Pintu ini hanya untuk akses Pak Menteri (agama) dan rombongan Gubernur (Jawa Tengah)” tegas salah satu petugas yang menjaga di pintu masuk.
Pupuslah harapan saya untuk melihat prosesi perayaan Waisak di Candi Borobudur secara langsung. Ridwan, travel mate saya, tak kehabisan akal, ia memanfaatkan akses “khusus” miliknya, hingga akhirnya petugas tersebut membukakan pintu gerbang untuk kami berdua.
Candi Borobudur tidak hujan saat itu, berbeda dengan lokasi sekitar candi yang diguyur hujan cukup lama. Pada pintu akses masuk candi, pengunjung sudah berdesak-desakan, saya masuk dalam barisan tersebut, meringsek masuk ke dalam halaman candi yang sebenarnya sudah terlalu penuh. Beberapa pengunjung bahkan nekat naik dengan menginjak rumput dan menarik-narik tanaman yang menghalangi jalan mereka. Idiot kan?


Perayaan Tri Suci Waisak dipusatkan di bagian Tenggara Candi Borobudur, sudah ada panggung yang dipersiapkan panitia. Tak lama, hujan mulai turun rintik-rintik, beberapa pengunjung yang membawa payung mulai membuka payung dan jas hujannya. Takut kebasahan ya cyiinn, maklum deh mau liat perayaan Waisak aja pada dress up banget :D.

Pengunjung masih setia duduk di rumput depan pelataran, sementara dari belakang dorongan pengunjung yang baru masuk semakin banyak. Saya mendengar beberapa panitia dari Walubi (saya lihat ID card-nya) meminta agar pengunjung tak menghalangi jalan, tapi pengunjung cuek saja. Saya yang tidak mau terdorong, akhirnya memilih untuk menjauh dari kerumunan, meninggalkan pengunjung yang masih antusias berharap bisa menyaksikan upacara Waisak.
Saat saya mulai menjauh, panitia mulai berteriak lagi guna meminta jalan bagi salah satu Banthe senior yang menggunakan kursi roda. Kasihan saya melihatnya, sudah tua dan menggunakan kursi roda, untuk menghadiri perayaan agamanya sendiri ia harus menerobos lautan pengunjung yang menghalangi jalan.
Beberapa pengunjung bahkan terdengar berteriak “Boooooo…” saat panitia berusaha menenangkan pengunjung yang sudah tak sabar untuk melihat lampion. Pengunjung lain bahkan teriak, “Mana lampionnya?? Kami kesini mau liat lampion woyy!”.

Sebagai pribadi saya bersyukur sekaligus menyesal menghadiri perayaan Tri Suci Waisak di Candi Borobudur. Bersyukur karena dengan menghadiri acara ini, saya bisa melihat secara langsung bagaimana umat Budha yang akan merayakan hari besar keagamaannya justru terpinggirkan dari para pengunjung yang antusias cuma ingin melihat perayaan tersebut. Saya menyesal karena saya sudah menjadi bagian dari pengunjung yang turut menggangu perayaan Waisak.
Sikap pengunjung saya lihat sama sekali tidak mencerminkan toleransi keberagamaan. Tidak etis rasanya jika seorang Banthe yang sedang khusuk berdoa difoto dari arah depan, dan menggunakan flash. Bayangkan jika Banthe itu adalah kalian, apakah kalian tidak terganggu saat sedang khusuk beribadah diperlakukan seperti itu? Apa kalian senang jika karpet tempat kalian beribadah itu diinjak-injak orang? Sementara karpet itu kalian duduki nantinya.
Budha memang menjadi agama minoritas di negeri ini, pemahaman mengenai Budha belum seluas pemahaman mengenai agama lain yang cukup mayoritas seperti Kristen. Jadi, melihat Banthe berdoa pun dianggap unik, orang berebutan untuk mengabadikannya. Padahal sebenarnya sama saja ketika penganut agama lain berdoa.
Ahh sudahlah, panjang dan sulit diperdebatkan mengenai masalah ini. Namun, saran saya bagi yang belum melihat perayaan Waisak di Candi Borobudur, nggak usah lah kesana saat perayaan Waisak. Jika kalian penasaran mau melihat Candi Borobudur, datanglag bukan saat perayaan Waisak. Jika kalian penasaran mau melihat Banthe, lihatlah mereka di kuil-kuil, ada banyak kok. Jika kalian penasaran dengan lampion terbang, beli saja lampion sendiri lalu terbangkan, harganya murah kok.
Dadaaah…~~
jangankan elo yang dateng koy, gue aja yang sebelumnya punya niat kesana aja nyesel…
LikeLike
Yes..jangan sampai kesana Pas Waisak Dhan…
LikeLike
selain tata krama yg harus di jaga, saya kasih tip buat fotografer pemula cara moto tanpa blitz pd cahaya rendah, setel pada mode A (nikon) pada bukaan paling besar ( F angka kecil ) dan naikan iso sampe di atas 1000. tetep blitz tolong di matikan
LikeLike
Wah thanks tipnyaa 🙂
LikeLike
Aku alhamdulillah ngak tertarik sama sekali hahaha. Sempet banyak yg nanya ke aku, acara waisak nginep dimana ??? mereka pikir kalo tukang kelayapan pasti akan kesana !!!!
Waktu itu gw cuman jawab “Kalian pada muslim, kalo isra miraj, maulid nabi dan hari besar islam lain nya. kira2 pada ikut acara pengajian di mesjid ngak ???” 🙂
LikeLike
Iya nyesel ikutan kesana, cuma ikut-ikutan aja. Ternyata gak enak yah ganggu orang beribadah. Semoga yang lain juga pada sadar.
Sering jalan2 juga ya Om Cumilebay? :p
Blog-nya cumilebay.com keren euy 🙂
LikeLike