Kaledo Stereo : Menyeruput Sambil Ber-Stereo

Ada yang bilang jika semua penyakit berawal dari perut (makanan). Pernah dengar kata-kata tersebut? Nah lho, derita bagi pecinta makanan berlemak tinggi ini sih. Tapi hal tersebut akan mudah dilupakan saat menikmati makanan khas Sulawesi Tengah ini.

Jika bertandang ke Kota Palu di Sulawesi Tengah, sempatkan untuk makan KALEDO. Kaledo bukan istilah asing bagi warga Palu dan sekitarnya, walaupun sebenarnya Kaledo itu kepanjangan dari KAki LEmbu DOnggala. Donggala sendiri dulunya ibukota dari Propinsi Sulawesi Tengah, namun kemudian ibukotanya dipindahkan ke Palu. Letak Donggala tidak jauh dari Kota Palu, sekitar 30 KM dan bisa ditempuh dengan 45 menit berkendara dari Kota Palu.

Kaledo Stereo di Jalan Diponegoro, Palu.
Kaledo Stereo di Jalan Diponegoro, Palu.

Tidak perlu jauh-jauh ke Donggala untuk menikmati seruput lezatnya Kaledo, di Kota Palu ada banyak warung makan Kaledo. Yang paling terkenal saat ini adalah Kaledo Stereo yang didirikan oleh H. Nasir  tahun 1994 silam, sepintas unik sekali namanya, Stereo.

“Bapak dulu senang dengan musik, lalu hal ini terbawa ke penamaan restorannya. Dalam musik, istilah stereo adalah dua dan berimbang, jika satu adalah mono“, ujar seorang pegawai restoran Kaledo Stereo.

“Nah, kalo makan kaledo kan harus imbang tangannya, antara memotong daging kaledo dan menyuruput kuahnya. Ini yang menjadi ilham penamaan Kaledo Stereo”, lanjutnya. Saya tertawa mendengarnya, eh tapi masuk akal juga sih penjelasannya.

Di depan restoran ada toko yang menjual baju-baju band dan baju bertemakan Palu.
Di depan restoran ada toko yang menjual baju-baju band dan baju bertemakan Palu.

Setiap harinya, restoran Kaledo Stereo ini menghabiskan 15 potong kaki sapi, itu belum termasuk daging lainnya yang ada di dalam kaledo ini.

“Kalo hari libur, bisa lebih banyak lagi habis dagingnya mas, 3 kali lipat dari hari biasa lho”, timpal pegawai lainnya.

Tidak lama menunggu di restoran yang berukuran tidak terlalu besar ini, semangkuk kaledo hangat sudah terhidang di meja. Bagi saya, porsi ini cukup untuk dimakan berdua, terdiri dari 1 buah potongan kaki sapi berukuran besar yang masih ada dagingnya dan beberapa potongan besar daging lainnya.

Sebelum ditambahkan bumbu lain seperti jeruk nipis, sambal, atau kecap, cobalah untuk menyeruput kuah kaledo ini agar bisa merasakan rasa aslinya. Lalu masukkan perasan jeruk nipis agar kuah terasa sedikit asam, bisa juga ditambahkan sambal sesuai selera. Hasilnya, kuah kaledo menjadi asam pedas, cocok sekali rasanya saat memakan kaledo panas-panas. Dagingnya empuk, jadi tidak perlu khawatir akan sulit memakan kaledo ini, sekali potong saja dagingnya sudah hancur.

Satu porsi Kaledo Stereo
Satu porsi Kaledo Stereo

Jangan lupa siapkan juga tisu tidak jauh dari meja, dijamin keringat akan mengucur di dahi, walaupun ada beberapa kipas di dinding.  Tetap saja keringat membasahi dahi penikmat kaledo. Sluuurrrpppp…. begitu bunyi saat menyedot sum-sum dari sedotan.

“Dibasahi dulu sum-sumnya agar mudah disedot, bro“, ujar Armand–teman saya yang berasal dari Palu. Ooo…baiklah, setelah dibasahi menyeruput sum-sum menjadi lebih enak.

Awalnya memakan kaledo terasa agak merepotkan, karena kita akan diberi 1 buah sendok, 1 buah garpu, 1 buah pisau, dan 1 buah sedotan yang dimasukkan ke dalam potongan kaki untuk menyeruput sum-sum dalam 1 buah mangkuk berukuran sedang. Pelan-pelan saja makannya, agar nikmat dan berkesan.

Satu porsi kaledo dan nasi dihargai Rp.50.000, agak mahal memang, tapi puas sekali memakannya. Jika ingin potongan kaledo tanpa tulang bisa juga, harganya Rp.25.000 saja.

Jika penasaran, silakan datang ke restoran Kaledo Stereo di Jalan Diponegoro yang buka mulai pukul 10.00 – 22.00 setiap harinya.  Letaknya persis di depan Palu Grand Mall. Selain di Jalan Diponegoro, Kaledo Stereo juga ada cabang lain di Jalan Emy Saelan, Palu. Dulu, Kaledo Stereo sempat membuka cabang di Jakarta, di Karet Sentiong, tapi tak lama kemudian tutup. Sulitnya mendapatkan kaki sapi yang masih ada dagingnya dan mahalnya harga bahan-bahan pokok kaledo menjadi indikator utama tutupnya restoran kaledo di Jakarta ini.

Ah tak apa, biarkan kaledo menjadi khas di tempat asalnya. Tidak di Jakarta dan tidak di kota lainnya.

~ Greetings from Palu

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s