Karin, Masa Muda, dan Indonesia

Disclaimer :

  • Gue bukan sama sekali supporter ataupun hater Karin
  • Gue membahas masalah Karin ini akan lebih luas
  • Tulisan ini bagus dibaca untuk orang yang berpikiran terbuka
  • Tulisan ini murni argumen pribadi tanpa rasa tendensius pada pihak tertentu

 

Gue sudah tau mengenai Karin “awkarin” Novilda, remaja muda umur sembilan belas tahun yang gemar berpakaian seronok, rajin mempertontonkan kemesraan dengan sang kekasih, dan sering berkata kasar ini sejak 2 bulan lalu. Mungkin dua bulan lalu ini tidak sepopuler dua minggu belakangan ini, yang rajin dapat undangan talkshow dan juga pemotretan di beberapa media. And guess what, I met her and team yesterday. Then what?! Cuma ngasih tau aja sih.

Pertama kali lihat fotonya 2 bulan lalu di Instagram, saya cuma bilang “damn she’s fuc*in’ cool!”. Bukan, gue bukan sama sekali pemuja dia, buktinya sampai sekarang gue nggak pernah klik tombol “follow” di @awkarin. Tapi, gue cuma salut sama keberanian this kiddo’, yang  public display affection levelnya sama Gaga (her ex) udah di tahap ninja. Edan pisan lah. Dia berani, bahkan nekat upload foto-foto dengan pakaian terbuka dan ranah pergaulannya di Instagram dan platform media sosial lainnya, at this point gue mau menggaris-bawahi bahwa Karin mungkin sadar tinggal di negara dengan adat Ketimuran, yang sangat menjunjung sopan santun dan etika. She wore hijab in junior high, right? Memang dikotomi ketimuran dan kebaratan ini kadang bagai dua sisi mata pisau. Emang tau dimana batas ketimuran dan dimana batas kebaratan? Apa cuma sebatas pakaian aja? Pakai baju tertutup dibilang adat Timur, sementara pakai baju terbuka dibilang adat Barat? Se-simple itu? Iya? Lalu para suku di Papua yang hanya menggunakan rumbai-rumbai dibilang adat apa? Oke lebih gampangnya, pakaian nikah adat Jawa yang perempuan menggunakan dodot, itu Timur atau Barat? Nggak usah dijawab sekarang, dicerna dulu ya. Balik ke soal Karin, dia sadar dengan upload foto-foto seperti itu akan menghasilkan dua reaksi, pujian vs cacian, and she got both. Gue nggak bilang yang muji Karin adalah orang yang goblok dan yang caci Karin dari kaum yang nyinyir. Tidak sama sekali.

Persoalan bangsa ini bukan cuma Karin, jauh sebelum ia menjadi selebgram, selebchat, selebvlog, dan sebagainya, sudah banyak banget akun cewe-cewe di platform media sosial seperti Instagram yang mempertontokan kemolekan tubuhnya dan menggunakan pakaian ‘ngirit’. Coba aja cek IG @ameliasaraswati96 yang punya payudara level semangka, @siva.aprilia yang belahannya sering lupa ditutup, @serlianar yang gue juga udah nggak paham bedain papaya sama papadara, atau @jellyjel0 yang seneng banget nyebut dia sebagai sexy caramel. Yeah you girls damn hot! Oh iya, ketinggalan akun si gadis imut @winnyputrilubis yang follower-nya nyampe 1,7 juta, tapi dia udah lebih sopan sih sekarang update-nya. Pertanyaan gue ke haters Karin, apa karena dia masih usia remaja dan berani ‘ngelawan arus’ sehingga kalian begitu takut moral bangsa dan khususnya anak-anak generasi dini akan menjadi seperti itu? Memang secara norma Ketimuran, apa yang dilakukan Karin dan beberapa akun di tadi melawan norma, tapi apa segampang itu merubah moral bangsa ini? Degradasi moral generasi muda tidak adil rasanya hanya dibebankan kepada Karin. Segitu takutnya kalian generasi muda Indonesia akan copycat apa yang Karin lakukan? Apa karena ia begitu diidolakan oleh kaum remaja, sehingga ketakutan itu begitu berarti? Karin memang radikal, tapi tidak semua generasi muda Indonesia berpotensi radikal juga. Dari 654k follower IG @awkarin, 154.901 subscriber-nya di YouTube, dan lainnya berapa banyak potensi kedekatan mereka dengan Karin? I mean, having close interaction with her. Instead, they’re having indirect interaction though. Jadi potensi copycat mengenai gaya pakaian, pose seronok, dan kata-kata ‘halus’nya mungkin tidak lebih dari 10%, gue bilang mungkin ya. Karena gue belum melakukan survei kuantitatif mengenai masalah ini. Sementara potensi copycat terbesar dari remaja ada dari lingkungan terdekatnya, yeah you are right, family!!! Berapa banyak sih dari kita yang nggak sadar bahwa anak ya akan meniru apa yang dilakukan orang tuanya. Loe ngerokok depan anak loe sekarang? Jangan marah kalo beberapa tahun mendatang ia asik di kamar megang cigar atau lagi nge-vape. Loe sering naik motor sama anak loe nggak pake helm? Jangan heran kalo nanti mereka melabeli kepala mereka lebih kuat dari helm SNI, no helmet as long as no police. Loe naik mobil bagus, makan kuaci dan lebih sayang mobil loe daripada dikotorin oleh sampah kuaci, trus buang sampah kuaci keluar mobil? Jangan kaget kalo nanti loe nemuin anak loe nggak tau lagi dimana letak tempat sampah.

Begitu juga di lingkungan sekolah, sebagai seorang guru dan sedih jika ada anak muridnya mengidolakan Karin wajar aja, nggak salah kok. Menurut gue, justru bagi seorang guru inilah kesempatan untuk menjadikan Karin sebagai studi kasus (oh yeah Karin, you’re really famous now). Tidak semua hal dari Karin negatif kan? Pasti ada sisi positifnya. Gue yakin penghasilan dia besar banget dari endorse, subscriber YouTube, dan makin terkenal lagi ketika penulis kroco kaya gue mencoba sok analisis tentang Karin. Literasi media itu penting banget, ya buat orang tua, ya buat guru. Gimana loe bisa melawan jaman digital dengan gaya yang konservatif? You will lose in early stage of battle guys. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi kan ada di Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Bisa disisipi membahas akun-akun media sosial tertentu sebagai kajian para siswa. Misalnya tiap siswa diminta membuat kelompok dan menganalisis akun media tertentu, buat pros and cons-nya. Menurut gue ini cara yang sangat logis untuk menerapkan literasi media dasar pada remaja. Gue bukan guru dan gue bukan orang psikologi, jadi maafkan kesotoyan gue pada dunia pendidikan. Temen gue, seorang tutor pada sekolah elit rela berbagi pendapatnya tentang Karin Novilda. Ia menyebut Karin sebagai sosok yang kreatif, mampu menggunakan plot cerita, video, dan foto sehingga enak dilihat. Follower-nya menjadi bukti bahwa ‘usaha’ yang dilakukan oleh Karin untuk ‘mencari perhatian’ berhasil. Namun, ia juga menegaskan kalo sebagai guru harap-harap cemas dengan pesan-pesan yang disampaikan Karin, soal gaya pakaian, pilihan hidup, dan lainnya. Tapi ia juga nggak menampik kalo di dunia nyata dan ‘tidak nyata’ masih banyak awkarin awkarin lainnya. So, crying won’t finish the problem mam. You gotta deal with it.

Ini baru soal Karin yang dianggap nyeleneh. Kalo gue tanya takut nggak anak-anak generasi muda sekarang terlibat dalam gerakan radikal? Pasti takut kan? Atau kalo anak-anak generasi muda sekarang terlibat korupsi di masa depan gimana? Will that also big issue for you? Sudahlah, keburukan nggak harus selalu diributkan, fokus aja gimana cara memperbaiki mental generasi muda dari segala penyakit sosial. Gue bingung kenapa pemerintah giat banget blokir akun-akun porno, kaya Kruci*, Sempro*, sementara akun-akun berbau radikalisme lama banget prosesnya. Ya, ini terjadi sama gue yang pernah ngelaporin akun radikal, setidaknya gue butuh waktu lebih dari seminggu sebelum lihat akun itu bener-bener diblokir. Duh jauh-jauhin deh pikiran kalian dari selangkangan, karena selangkangan bukan akhir dari segalanya. Banyak, masih banyak banget yang juga nggak kalah penting dari masalah selangkangan, jangan terlalu porno. Pesen terakhir yang gue pengen banget ungkapin, kalo lagi pake pakaian yang lekat dengan agama tertentu, jadilah cerminan bagi masyarakat. Loe itu dipandang sebagai representasi yang baik karena mampu menggunakan apa yang diwajibkan oleh agama, tapi ketika loe naik kendaraan lawan arus, nerobos lampu merah, dan naik motor nggak pake helm…OMG you’re so damn shoddy!

 

Ditulis ketika deadline kerjaan lagi banyak dan gue lebih fokus mandangin IG @awkarin~~

 

 

4 thoughts on “Karin, Masa Muda, dan Indonesia

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s